
Tidak banyak pelatih yang tidak mau memulai tim di Papua. Posisi geografis sangat jauh dari alasan utama para pelatih. Sebagai aturan, menukangi klub-klub Papua jadi alternatif terakhir setelah mereka tidak berkesempatan memoles klub di dekat rumah pelatih.
Tapi itu tidak berlaku untuk I Putu Gede Dwi Santoso. Pria asal Malang ini malah senang bahwa ia melatih Perseru pada 2018 di Liga 1 Gojek dengan Bukalapak. Meski risikonya harus jauh dari keluarganya. Akibatnya, ia jarang bertemu dengan istri dan putranya.
"Bagi saya, bepergian ke Papua adalah kebanggaan pribadi, seorang pelatih yang tidak merasakan suasana di Papua terasa tidak lengkap," kata saya kepada Put Gede.
"Setelah hampir setengah musim dengan Orange Cenderawasih Laskar, saya belajar banyak masalah yang terjadi," kata I Putu Gede.
"Di sinilah peran saya terpenuhi, dan saya memposisikan diri sebagai teman, orang tua dan motivator, anak-anak Papua yang lebih terbuka memiliki komunikasi yang lebih intim," katanya.
Menurut pengamatannya, pemain sepak bola lokal dan nasional harus mempertimbangkan Papua sebagai basis pembinaan.
"Semua orang mengakui bahwa Papua memiliki potensi pemain yang bagus, tetapi mengapa itu tidak dilakukan dengan cara tertentu, dan Papua membutuhkan banyak pelatih terlatih untuk mengembangkan potensinya," katanya.
Di Papua, dilanjutkan dengan I Putu Gede, ada banyak berdiri SSB. Oleh karena itu, memerlukan pelatih berkualitas untuk memberikan dasar-dasar dalam permainan bola dengan benar.
"Potensi alaminya bagus, jika tidak dipoles dengan benar, hasilnya mungkin tidak bagus, dan untuk hasil yang baik para pemain ini harus memiliki landasan," katanya.
No comments:
Post a Comment